Contoh Kasus BAB 5 Manusia Dan Keindahan
Contoh Kasus :
BAB 5 Manusia Dan Keindahan
Catatan Perjalanan Semeru : Summit Attack
Mahameru 3676 mdpl (3)
"It is not the mountain we
conquer but ourselves" Edmund Hillary
Catatan Perjalanan
Semeru. Aku sangat
setuju dengan kalimat di atas yang pernah diucapkan oleh seorang pendaki gunung
pertama yang berhasil mendaki Gunung Everest. Bukan gunung yang kita taklukkan
tapi diri kita sendiri. Rasa lelah, kantuk, lapar, capek, angkuh, egois,
apatis, putus asa, yang harus kita kalahkan saat mendaki sebuah gunung.
Kembali lagi di catatan perjalananku menuju
puncak tertinggi Pulau Jawa, Mahameru. Buat yang belum sempat membaca bagian 1
dan 2, bisa dibaca
terlebih dahulu. Setelah menikmati keindahan Ranu Kumbolo dengan Tanjakan
Cinta-nya, kami melanjutkan perjalanan menuju pos berikutnya yaitu Kalimati
Sebenarnya perjalanan menuju Kalimati hampir
saja gagal karena kabut tebal yang turun menutupi pandangan mata, namun setelah
menunggu 30 menit akhirnya kabut itu hilang. Pukul 14.45 WIB kami memulai
perjalanan dari Ranu Kumbolo menuju Kalimati. Perkiraan waktu tempuh sekitar 3
jam. Dua teman kami tidak ikut muncak, jadi yang berangkat hanya 4 orang.
Belum apa-apa kami harus melewati Tanjakan
Cinta yang terkenal dengan mitosnya. Meskipun terlihat tidak panjang, namun
untuk melewati jalur ini, aku harus berhenti sebanyak 2 kali, memang tidak
semudah yang dibayangkan, apalagi dengan menanggung beban carier yang cukup
berat.
Setelah melewati Tanjakan Cinta, kami
dihadapkan pada padang lavender yang kering karena kemarau, tempat ini bernama Oro-Oro
Ombo. Melewati tanaman lavender setinggi 2 meter selama 10 menit, kami
telah sampai di Cemoro Kandang.
Dari Cemoro Kandang ke Kalimati inilah jalur
yang akan kami lewati cukup melelahkan. Tanjakan demi tanjakan seakan menjadi
teman setia kami selama perjalanan. Tepat pukul 17.00 kami sudah sampai di Jambangan.
Di sini terlihat jelas gagahnya Gunung Semeru dengan trek pasirnya. Sempat
terbesit dalam hati, mampukah sampai ke puncak.
Pukul 17.45 WIB, kami sampai di pos Kalimati.
Kalimati adalah pos pendakian terakhir bagi para pendaki sebelum melakukan
summit attack pada malam hari. Sebenarnya Kalimati adalah batas resmi pendakian
yang diizinkan oleh TNBTS, bila pendaki nekat mendaki sampai Arcapada atau ke
Mahameru, risiko ditanggung sendiri. Di dekat Kalimati terdapat sumber air yang
bernama Sumber Mani, namun kami tak kesana karena persediaan air yang kami bawa
dari Ranu Kumbolo sudah cukup.
|
Di Kalimati kami tidak mendirikan tenda. Kami
memilih tidur di dalam sebuah shelter yang terdiri dari 4 ruangan. Meskipun
suhu di Kalimati tak sedingin Ranu Kumbolo, tapi tetap harus memakai sleeping
bag bila ingin tidur. di sekitar shelter ada beberapa tenda yang
kelihatannya akan melakukan summit attack dini hari nanti.
Setelah makan malam dengan menu seadanya, pukul
20.00 kami pun beristirahat dan tidur. Alarm handphone berbunyi pas pukul 22.30
WIB. Sebelum mendaki puncak, hal yang paling wajib dilakukan adalah mengisi
tenaga dengan makanan yang cukup, karena waktu tempuh dari Kalimati sampai
Mahameru 5-8 jam tergantung fisik masing-masing.
Perut sudah diisi, waktunya untuk memeriksa
kembali perbekalan menuju puncak. Headlamp, cokelat batangan, gula merah, roti,
tabung oksigen, P3K, dan satu yang paling penting diantara semuanya yaitu air
minum. Disinilah awal 'malapetaka' terjadi. Awalnya aku ingin membawa 1 botol
air 1,5 L untuk masing-masing orang, tapi dicegah oleh temanku karena
kebanyakan. Ya aku nurut aja soalnya dia satu-satunya yang pernah muncak.
Ternyata kondisi fisik orang berbeda-beda (kami kehabisan air sebelum sampai
puncak)
MAHAMERU
3676 mdpl
Pukul 23.30 WIB kami memulai pendakian, tapi
sebelumnya berdoa pada yang kuasa agar diberi keselamatan dan kekuatan agar
bisa sampai tujuan dan kembali dengan selamat. Berangkat dari Kalimati 2700
mdpl menuju Mahameru 3676 mdpl, berarti kami harus mendaki hampir 1 km
vertikal, jadi malas membayangkannya.
Jalur awal pendakian sudah penuh tanjakan yang
menguras tenaga, untuk barang-barang berat kami tinggal di Kalimati. Tanjakan
demi tanjakan kami lalui dengan bantuan temaram sinar headlamp di kepala kami.
Di perjalanan menuju puncak ini kami tidak sendirian, ada beberapa rombongan
yang muncak juga.
Satu jam perjalanan yang
melelahkan tepatnya pukul 00.30 WIB kami sudah sampai di Arcapada.
Di Arcapada terlihat beberapa tenda yang ditinggal oleh penghuninya menuju
Mahameru. Tidak bisa membayangkan, menuju Arcapada dengan membawa carier yang
berisi tenda, sleeping bag, peralatan masak dan lain-lain yang pastinya sangat
berat, salut buat yang ngecamp di Arcapada.
Langkah demi langkah, perlahan tapi pasti,
kaki kami akhirnya berada di batas vegetasi. Disinilah track sebenarnya akan
dimulai. Memang benar, track pendakian ke puncak Semeru sungguh menguras
tenaga. Selama ini, aku hanya bisa membaca catatan pendakian di blog-blog
sahabat tentang pendakian Semeru ini, tapi kali ini aku rasakan sendiri.
Track berupa pasir yang labil dan tidak padat
sangat menyulitkan kaki untuk melangkah. Setiap kaki kita melangkah ke atas,
akan turun/terperosok kembali ke bawah. Langkah 3-2, melangkah 3 langkah turun
2 langkah yang aku baca di internet terbukti disini. Namun semua itu tidak
membuat semangatku jatuh, dan anehnya lagi, tak pernah terpikir dalam hati
untuk menyerah meskipun tenaga hampir habis.
Tak terasa 3 jam lebih saat aku meninggalkan
Kalimati, aku masih berada track pasir Semeru di kemiringan lebih dari 45
derajat. Terlihat beberapa pendaki ada yang turun karena kedinginan. Memang
suhu udara pada waktu itu sangat dingin, akupun segera memakai jas hujan yang
aku bawa. Di tengah perjalanan kami menemui seorang pendaki yang
tersengal-sengal kehabisan nafas. Kami pun memberikan tabung oksigen yang kami
bawa sebagai pertolongan.
Lelah, kantuk, lapar, haus, kedinginan, sesak
nafas, seakan menemani perjalananku dini hari itu. Sampai cahaya jingga
terlihat di ufuk timur, puncak Mahameru belum juga terlihat olehku. Pupus sudah
keinginan menikmati sunrise di Puncak Mahameru. Persediaan air yang aku bawa
hampir habis, padahal puncak Semeru belum terlihat.
Kedua temanku yang fisiknya lebih kuat sudah
berada jauh di depan. Aku harus menjaga satu lagi temanku yang sudah kewalahan
dan hampir drop. Tak peduli apapun akan kulakukan untuk bisa sampai ke puncak.
Merangkat, berlutut, bahkan bersujud memohon kekuatan pada Tuhan Yang Maha Esa
aku lakukan di tengah track pasir Semeru.
Langit mulai terang dan jam menunjukkan pukul
06.00. Terlihat batu besar yang menutupi track pasir. "mungkin di balik
batu itu puncaknya, kurang sedikit lagi" gumamku dalam hati. Ternyata
setelah melewati batu besar tersebut, perjalanan masih membutuhkan waktu 1 jam
lagi. Cobaan mulai datang ketika air minum yang aku bawa sudah habis tak
tersisa.
Setiap bertemu dengan pendaki lain, aku selalu
meminta air yang mereka bawa, dengan wajah memelas tentunya. "Andai saja
aku membawa air yang cukup, tidak begini jadinya" sesalku dalam hati.
Kekurangan air minum saat mendaki membuat tubuhku hampir tak bertenaga. Tapi
tekat sekuat baja mengalahkan dehidrasi yang menimpaku.
Finally, pada pukul 07.30 WIB, kami berempat
berhasil menginjakkan kaki di tanah tertinggi pulau Jawa, Mahameru 3676 mdpl.
Aku langsung bersujud mengucap syukur pada Allah SWT atas nikmatnya yang
diberikan padaku. Total 8 jam perjalanan yang harus aku lalui untuk menuju
Puncak Mahameru dari pos Kalimati. Aku bersyukur sekali karena sahabat-sahabat
pendaki yang lain lebih banyak yang tak sampai puncak daripada yang berhasil
sampai.
Di Puncak Mahameru ini, aku hanya berdiri
selama 20 menit untuk mengabadikan momen-momen istimewa ini. Bukan apa-apa,
karena diatas jam 9 atau 10 pagi, arah angin akan mengarah ke Puncak Mahameru
dan membawa asap beracun yang keluar dari kawah Jonggring Saloka yang berada
disampingnya. Grrrrrr....suara gemuruh terdengar dari kawh dan keluarlah asap
putih indah namun berbahaya dari kawah Jonggring Saloka. Tak ingin
menyia-nyiakan, akupun berfoto dengan latar asap tersebut.
Setelah puas berfoto-foto, kami putuskan untuk
turun ke Kalimati. Perjalanan turun tidak seberat naiknya. Dengan memakai
sepatu hiking, aku dengan mudah menuruni track pasir Semeru layaknya bermain perosotan.
Tapi bila kamu yang tidak memakai sepatu khusus hiking, siap-siap pasir Semeru
masuk di sepatumu.
Meskipun perjalanan turun cukup mudah,
dibutuhkan kehati-hatian dalam melakukannya. Aku hampir saja salah jalur menuju
jurang kalau saja temanku tidak meneriakiku. Bila kamu akan turun, ambil jalur
ke kiri jangan terlalu kanan, karena akan jalur kanan akan menuju ke jurang
yang dalamnya 70 meter.
Masih dalam keadaan kehabisan air, perjalanan
turun ke Kalimati sungguh menyiksa. Seharusnya perjalanan lebih mudah bila
masih masih ada stok air minum. Akhirnya pukul 11 siang kami sampai di pos
Kalimati, dan aku langsung mencari persediaan air yang kami tinggal disana,
lega rasanya. Rasa haus kala itu mengalahkan rasa haus pada saat aku
menjalankan puasa. Terima kasih Tuhan YME yang mengabulkan doaku hingga sampai
kesana dan semua temanku yang menemani aku dan mendukung perjalananku ini. Love
u all.
Opini:
Seperti dalam contoh kasus ini,penulis yang mendaki gunung semeru
menceritakan keindahan yang dia lihat saat perjalanan mendaki ke gunung
semeru.semua keindahan yang erat hubungannya dengan apa yang dia lihat
dengan indera pengelihatannya.karena
pada dasarnya keindhan bisa dilihat atau dinikmati oleh indera pengelihatan.
Komentar
Posting Komentar